Jumat, 06 Mei 2011

PENINGKTAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA NEGERI 1 WALEA KEPULAUAN

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA NEGERI 1 WALEA KEPULAUAN
Oleh:
Herdiyanto mahmud bokings

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dalam membentuk keribadian individu melalui penguasaan pengetahuan pola sikap dan pola tingkah laku tertentu. Kualits hasil pendidikan dapat di anggap tinggi apabila kemampuan, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki para siswa berguna bagi perkembangan selanjutnya. Untuk itu diperlukan proses belajar mengajar dikelas yang bena-benar efektif dan fungsional bagi pencapaian perkembangan pengetahuan dan sikap siswa.
Perkembangan dan penyempurnaan dalam bidang pendidikan tersebu berlangsung secara menyeluruh baik produk, proses, prosedur, serta sistem dan metode pengajaran. Hal ini dimaksutkan agar fungsi pendidikan nantinya dapat membimbng siswa kearah suatu tujuan yang bernilai tinggi.
Suatu hal yang tidak dapat di pungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berdasar pada ilmu-ilmu fisika. Namun kenyataannya kualitas pendidikan fisika di Indonesia saat ini masih merupkan salah satu bahan yang menjadi perhatian para ahli pendidikan fisika sekolah.
Sesuai dengan informasi yang didukung pula oleh pengalaman selama mengajar di SMP dan SMA di kecamatan walea kepulauan, menunjukan bahwa minat siswa untuk belaja fisika sangat kurang. Selama proses belajar fisika, siswa cenderung kurang aktif dalam merespon suatu materi yang disajikan oleh guru. Dalam hal ini suasana belajar mengajar di kelas lebih di dominasi oleh guru, sehingga peserta didik bukan lagi di pandang sebagai subjek belajar, melainkan objek pengajaran.
proses pembelajaran fisika umumnya masih secara konvensional seperti ekspositori, drill, atau bahkan ceramah. Proses ini hanya menekankan pada penyampaian tekstual semata dari pada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu, sehingga sering kali dijumpai kecenderungan siswa yang kurang berminat untuk belajar. Akibatnya siswa lebih banyak pasif dan kurang terlibat dalam proses belajar mengajar. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuhkembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan. Hal ini sangat mengurangi taggung jawab peserta didik atas tugas belajarnya. Seharusnya mereka dituntut untuk mengembangkan segala hasil olahan informasi yang diterima dalam pikiranya selama proses pembelajaran berlangsung.
Menurut Eggen dan Kauchak (Sunaryo, 2004), siswa belajar secara efektif bila siswa secara aktif terlibat dalam pengorganisasian dan penemuan pertalian-pertalian (relationships) dalam informasi yang dihadapi. Aktivitas siswa ini menghasilkan kemampuan belajar dan peningkatan kemampuan pengetahuan serta pengembangan ketrampilan berpikir (thinking skills).
Dalam mengelola proses belajar mengajar perlu memperhatikan ketepatan dalam memilih model atau metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi pelajaran serta sesuai dengan kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan model atau metode tersebut. Penggunaan model atau metode yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan dan kekurangpahaman, sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu, perlu dikembangkan model pembelajaran yang menuntut keaktivan seluruh siswa. Jadi diupayakan agar pembelajaran yang semula terpusat pada guru (teacher oriented) berubah menjadi terpusat pada siswa (student oriented). Berdasarkan hal itu, maka tugas guru bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi yang memotivasi anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri.
Salah satu terobosan untuk meningkatkan mutu pendidikan di fokuskan pada perbaikan pembelajaran siswa yang merupakan inti dari kegiatan sekolah. Berdasarkan pengalaman serta pengamatan penulis selama mengajar di dua jenjang pendidikan yang berbeda yakni jenjang pendidikan SMP dan SMA di wilayah Kecamatan walea Kepulauan Kabupaten Tojo Una-Una , tampaknya siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa sulit memahami isi materi yang diajarkan oleh guru. Inilah yang disinyalir menyebabkan nilai perolehan UN IPA di SMP Negeri I Walea Kepulauan dan Fisika SMA Negeri I Walea Kepulauan pada Tahun 2009/2010 masih tergolong rendah yakni rata-rata berada di bawah 6,5 nilai perolehan siswa.
Berangkat dari kenyataan tersebut, penulis terdorong untuk meneliti guna melihat sejauh mana model pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 walea Kepulauan
Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan permasalaan dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1walea Kepulauan?”
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatakan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Walea Kepulauan. Manfaat penelitian
Hasil penelitian yang di peroleh dalam penelitian akan memberikan data empirik bagi kepentingan belajar fisika melalui belajar kooperatif, khususnya yang berkaitan dengan pembahasan konseptual melalui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung secara praktis, temuan penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi aplikasi belajar sebagai suatu pendekatan pembelajaran fisika pada umumnya, khususnnya di SMA Negeri 1 Walea Kepulauan. Selanjutnya hasil penelitian ini di harapakan akan bermanfaat:

Bagi siswa
Dapat meningkatakan aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika, sehingga pada akhirnya kemampuan dan prestasi belajar siswa baik secara individu maupun klasikal juga akan meningkat.
Dapat melatih siswa dalam bekerja sama, serta dapat meningkatkan nrasa percaya diri siswa dalam menyampaikan ide atau pendapatnya.
Bagi guru
Sebagai bahan masukan bagi guru untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang tepat.
Menumbuhkembangkan kebiasaan guru untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan ide-ide, pendapat serta menanggapi pendapat orang lain.
Bagi sekolah
Memberikan informasi yang berharga bagi sekolah khsusnya dalam rangka perbaikan pemeblajaran fisika disekolah.
Dapat membrikan layanan pemeblajaran yang baik kepada siswa.


BAB II
KAJIAN TEORI

Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam menentukan efektif tidaknya suatu pembelajaran.
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Aisyah N (2000), “Keefektifan pembelajaran akan terjadi bila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan infomaasi (pengetahuan), mereka tidak menerima saja pengetahuan yang diberikan guru. Hasil pembelajaran seperti ini hanya meningkatkan pengetahuan (isi) saja tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir”.
Untuk melihat aktivitas siswa menurut Joni dalam Aisyah N (2000), diperlukan suatu indikator, yaitu gejala-gejala yang tampak muncul di dalam tingkahlaku siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Melalui indikator tersebut dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam pembelajaran berdasarkan apa yang dirancang oleh guru.
Dari dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar perlu diperhatikan bagaimana keterlibatan siswa dalam pengoganisasian pegetahuannya, apakah mereka aktif atau pasif? Semakin aktif siswa akan semakin efektif pembelajaran.
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman,1992). Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
Berkaitan dengan hal diatas Joni dalam Aisyah N (2000), memberikan indikator-indikator kadar aktivitas siswa sebagai berikut:
Prakarsa siswadalam pembelajaran, yang ditunjukan melalui kegiatan siswa mengeluarkan pendapat/saran, mencari alat atau sumber dan sebagainya.
Keterlibatan mental siswa di dalam pembelajaran, yang ditunjukan memlalui keberadaan siswa dalam tugas.
Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator.
Lebih lanjut Suradi dalam Sardiman (1992) menyatakan bahwa salah satu ciri terjadinya proses belajar adalah ditandai dengan adanya aktivitas siswa.
Aktivitas siswa dalam belajar tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terjadi pada pembelajaran umumnya, namun hendaknya mencakup aktivitas yang bersifat fisik (jasmani) dan mental (rohani). Diedrich dalam (Sardiman 1992), menyatakan bahwa ada 177 macam kegiatan siswa dalam belajar yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut.
Visual activities, aktivitas yang termasuk didalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi maupun percobaan atau pekerjaan orang lain.
Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.
Listening activities, sebagai contoh yaitu mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, dan interupsi.
Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.
Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, dan beternak.
Mental activities, misalnya mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
Emotional activities, misalnya menaruh minat, gembira, bersemangat, berani, tenang, dan gugup.
Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar dengan berbagai aktivitas yang telah diuraikan, akan menciptakan suasana belajar yang tidak membosankan dan kegiatan belajar mengajar akan berjalan maksimal.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Carin dalam Sudibyo E (2003), menyatakan bahwa “discovery adalah suatu proses mental dimana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip”. Dengan kata lain, discpvery terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar mereka memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan mereka untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip tersebut.
Pendapat lain berkaitan dengan aktivitas siswa dalam pembelajaran disampaikan oleh Brophy dalam Aisyan N (2000), menyarankan agar guru melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan kegiatan diskusi, kerja kelompok, melakukan permainan, atau kegiatan laboratorium.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpukan bahwa aktivitas siswa dapat dilihat pada prilaku yang muncul selama pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini aktivitas siswa yang dilihat adalah:
Mendengar/ memperhatikan enjelasan guru.
Membaca (buku siswa dan LKS).
Bekerja dalam kelompok.
Menulis (yang relevan dengan KBM).
Berdiskusi/bertanya antara siswa dengan guru.
Berdiskusi/bertanya antar siswa.
Prilaku yang tidak relevan dengan KBM.
2.2 Pembelajaran kooperatif
2.2.1 Pengertian
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran Sudibyo E (2003).
Salvin (1995), berpendapat bahwa disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntunganbaik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama-sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesakan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah cooperative learning jika siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan pekerjaan seluruh kelompok. Menurut Suherman (2003:260) cooperative learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.

Bertolak dari dua pendapat diatas, secara garis besar nampak bahwa ada lima ciri utama yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu:
Setiap anggota mempunyai peran.
Terjadi interaksi langsung diantara siswa.
Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya.
Peran guru adalah membantu siswa mengembangankan ketarmpilan-keterampilan interpersonal kelompok.
Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat dibutuhkan.
Dari uraian diatas, tampak bahwa pembelajaran koperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Di pihak lain, pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa harus dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong atau dikehendaki untuk bekerja sama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang salng terkait. Adapun unsur-unsur dalam pembelajran kooperatif Ibrahim M (2000), adalah:
Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama.
Siswa harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
Siswaakan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dkenakan untuk semua anggota kelompok.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses pembelajarannya.
Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Dari ketujuh unsur diatas, tampak bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan sikap toleransi dan melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap materi yang ditangani dalam kelompok kooperatf.
Nurhadi (2004), berpendapat bahwa pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman, pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
Lebih lanjut Vygotsky dalam Sudibyo E (2003), mengungkapkan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mentaal yang lebih tinggi itu terserap kedalam individu tersebut.
Implikasi dari dua pendaat diatas dalah dikehedakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menghendaki adanya kerjasama dan saling membantu dalam memahami suatu konsep pembelajaran melalui diskusi dan kerja kelompok.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajara, yaitu hasil belajarakademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
2.2.3 Sintaksis Model Pembelajaran kooperatif
Adapun sintaksis model pembelajaran kooperatif Ibrahim M (2000), adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Sintaksis model pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah laku
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.


Fase-2
Menyajikan informasi


Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.



Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Fase-5
Evaluasi



Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswadengan jaln demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentik kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok bekerja pada saat mereka mengerjakan tugas.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dengan kelompok.

2.2.4 Keunggulan Model pembelajaran Kooperatif
Hasil penelitian melalui metode metaanalis yang dilakukan yang dilakukan oleh johnson dalam Ibrahim M (2000), Menunjukan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
Memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial.
Membangkitkan kegembiraan belajar yang sejati.
Memungkinkan siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, prilaku sosial, dan pandangan.
Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komiten.
Meningkatkan kemampuan metakognitif.
Menghilangkan sikap mementigkan diri sendiri atau egois dan egosentris.
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
Menghindarkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan.
Dapat menjadi auan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terntegrasi.
Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan.
Mencegah terjadinya kenakalan di masa remaja.
Menimbulkan prilaku asional di masa remaja.
Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapatdiajarakan dan dipraktekan.
Meningkatkan rasa saling percaya antar sesama manusia.
Menigkatakan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup.
Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri.
Meningkatakan kesediaan memnggunakan ide orang lain, yang di rasakan lebih baik.
Meningkatkan motivasi belajar intrinsik.
Meningkatakan kegemaran berema tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normaal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan.
Meningkatkan sikap positif terhadap belajardan pengalaman belajar.
Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Meningkatkan kesehatan psikologis.
Meningkatakan sikap tenggang rasa.
Meningkatkan kemampuan berfikir divergen atau berfikir kreatif.
Memungkinkan siswa mampu mengubah dan penerimaan diri pandangan klise dan stereotip menjadi pandangan yang dinamis dan realistis.
Meningkatkan rasa harga diri self esticem dan penerimaan diri self acceptance.
Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan yang positif dengan sesamanya, baik di tempat kera maupun di masyarakat.
Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personal sekolah.
Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai penunjang keberhasilan akademik tetapi juga perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrsi.
Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar tetapi juga pendidik.

2.2.5 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah (Ibrahim M, 2000).
Menurut Nur M (2005:20) STAD terdiri dari lima (5) komponen utama antara lain sebagai berikut.
a. Presentasi Kelas
Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari pengajaran biasa hanya pada presentasi tersebut harus jelas-jelas memfokuskan pada unit STAD tersebut. Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa mereka harus sungguh-sungguh memperhatikan presentasi kelas tersebut, karena dengan begitu akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik, dan skor kuis mereka menentukan skor timnya.
b. Kerja Tim
Tim atau kelompok tersusun dari 4-5 siswa yang mewakili heterogenitas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, dan suku. Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menghadapi kuis. Kerja tim tersebut merupakan ciri terpenting STAD. Tim tersebut menyediakan dukungan teman sebaya untuk kinerja akademik yang memiliki pengaruh berarti pada pembelajaran, dan tim menunjukkan saling peduli dan hormat, hal itulah yang memiliki pengaruh berarti pada hasil-hasil belajar.
c. Kuis
Dalam mengerjakan kuis siswa tidak dibenarkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini menjamin agar siswa secara individual bertanggung jawab untuk memahami bahan ajar tersebut.
d. Skor Perbaikan Individual
Setiap siswa dapat menyumbang poin maksimum kepada timnya dalam sistem penskoran, namun tidak seorang siswa pun dapat melakukan seperti itu tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja masa lalu. Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar, yang dihitung dari kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian siswa memperoleh poin untuk timnya didasarkan pada berapa banyak skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka.
e. Penghargaan Tim
Tim dapat memperoleh penghargaan apabila skor rata-rata mereka melampaui kriteria tertentu. Skor tim dihitung berdasarkan presentase nilai tes mereka melebihi nilai tes sebelumnya. Kriteria perhitungan skor tersebut sebagai berikut:


Tabel 2.2 Kriteria penghitungan skor penghargaan
Skor Tes (Kuis) Sumbangan Skor Kelompok (Poin Perbaikan)
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal (perbaikan) 5
10 hingga 1 poin di bawah skor awal (dasar) 10
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor awal (dasar) 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal (dasar) 30
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30

Menurut Nur M (2005:36) ada tiga (3) tingkat atau kriteria untuk penghargaan yang diberikan berdasarkan skor tim rata-rata adalah sebagai berikut.
Tabel 2.3 Kriteria penghargaan skor rata-rata tim
Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan
15 Tim baik (Good Teams)
20 Tim hebat (Great Teams)
25 Tim Super (Super Teams)

Kelebihan dalam penggunaan pendekatan pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
1) Mengembangkan serta menggunakan ketrampilan berpikir kritis dan kerja sama kelompok.
2) Menyuburkan hubungan antara pribadi yang positif di antara siswa yang berasal dari ras yang berbeda.
3) Menerapkan bimbingan oleh teman.
4) Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai ilmiah.
Kelemahan dalam penggunaan pendekatan pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
1) Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
2) Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan kelas, akan tetapi usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus akan dapat terampil menerapkan metode ini.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu strategi yang dapat dikatakan efektif karena faktor-faktornya dapat mempengaruhi pembentukan strategi pembelajaran kooperatif dalam bentuk kelompok yang juga efisien karena terdiri dari tim-tim heterogen.Pembelajaran kooperatif STAD juga efisien sebab dapat meningkatkan aktivitas siswa, pengalaman, dan kepribadian guru untuk menunjang proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
2.3 Pembelajaran Fisika
Pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat seseorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan (Mudjiono, 1994).
Menurut Piaget dalam Sudibyo E (2003), menyatakan bahwa ada tiga implikasi penting dalam pembelajaran fisika yaitu:
Memusatkan perhatian ada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.Disamping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
Memperhatikan peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibtannya secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan, meainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.
Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembanga intelektual. Seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan intelektual yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.

Dari uraian pendapat diatas, tampak bahwa dalam pembelajaran fisika, guru seharusnya hadir sebagai narasumber, melainkan bukaqn sebagai penguasa kelas yang selalu memberkan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Siswa harus bebas membangun pemahaman mereka terhadap konsep-konsep fisika. Guru juga harus belajar dari siswa. Mengamati siswa selama aktivitas mereka dan mendengakan secara seksama pertanyaan-pertanyaan siswa. Solusi siswa terhadap masalah dan ppertanyaan-pertanyaan, mencerminkan minat dan tingkat belajar mereka.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Vygotsky dalam Sudibyo E (2003), menyatakan bahwa ada dua implikasi utama dalam pembelajran fisika, yaitu:
Dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif antara siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif didalam masing-masing zone of proximal development mereka.
Penekanan dalam pembelajaran hendaknya menekankan Scaffolding, dengan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk mempermkudah pemahaman siswa terhadap pelajaran fisika, baik secara konseptual maupun prosedural, perlu diciptakan suasana proses belajar mengajar yang menjaikan siswa beraktivitas di dalamnya sehingga mereka dapat membangun pengetahuan pelajaran fisika yang lebih bermakna.
2.4 Hasil belajar
Hasil yang dapat dicapai dapat menunjukkan tingkat pemahaman siswa terhadap hal-hal yang dipelajari. Hasil belajar yang tinggi dapat menggambarkan keberhasilan siswa dalam memahami hal-hal yang ia pelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Sudjana (1989 ), yang menyebutkan bahwa ”belajar adalah kemampuan yang dimiliki atau dikuasai siswa setelah menempuh proses belajar”. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif (intelektual), afektif (sikap), dan kemampuan psikomotorik (bertindak).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2002), bahwa, ”hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru’. Hasil belajar sangat penting karena dapat memberikan kepuasan kepada individu yang belajar. Oleh karena itu permasalahan hasil belajar merupakan hal yang penting bagi seseorang yang sedang belajar terutama bagi siswa yang ada di bangku sekolah. Kemampuan siswa dalam mempelajari suatu pelajaran tercermin dari hasil belajarnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut.
Faktor internal
Faktor internal ini bersumber dari dalam diri seseorang yang sedang belajar, yang meliputi:
1) Kecerdasan
Faktor ini memegang peranan sangat penting dalam keberhasilan seseorang.
Seseorang yang pandai akan lebih cepat menyelesaikan atau memecahkan
masalahnya.
2) Bakat
Bakat adalah keadaan atau sifat-sifat seseorang. Dengan melalui latihan, seseorang yang mempunyai bakat tertentu akan lebih cakap menyelesaikan atau memecahkan masalahnya dibandingkan dengan orang yang tidak berbakat.
3) Minat
Minat sangat erat kaitannya dengan rasa. Apabila seorang siswa berminat pada pelajaran matematika, maka siswa tersebut akan merasa senang dalam
mempelajari matematika.
4) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan bagi diri seseorang untuk melakukan suatu
kegiatan tertentu. Seseorang yang mempunyai motivasi yang tinggi untuk
mempelajari pelajaran matematika, maka tentu saja orang tersebut akan berusaha melaksanakan keinginannya secara maksimal.
5) Perasaan
Perasaan adalah keadaan kejiwaan seseorang dalam menghadapi sesuatu.
Seseorang cenderung lebih berhasil melaksanakan suatu kegiatan apabila orang tersebut didasari perasaan tenang dan senang.

6) Sikap
Sikap adalah berhubungan dengan keadaan seorang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Seorang yang bersikap bersungguh-sungguh dalam mempelajari materi pelajaran maka besar kemungkinan siswa tersebut akan mendapatkan prestasi belajar yang baik.
7) Kematangan
Penyajian materi pelajaran yang sesuai dengan tingkat kematangan siswa akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Dengan demikian materi yang diajarkan akan lebih mudah dipahami oleh siswa bila disesuaikan dengan tingkat kematangan siswa.
Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar siswa, yang meliputi:
1) Faktor lingkungan
a) Faktor alam
b) Faktor sosial
2) Faktor instrumen
Kurikulum
Program pengajaran
Sarana dan prasarana
Guru/tenaga pengajar
Dari faktor-faktor tersebut kiranya yang dapat dimanipulasi adalah faktor instrumental. Artinya keberadaan faktor tersebut dapat ditingkatkan sedemikian rupa hingga optimal oleh guru atau tenaga pengajar. Peningkatan keberadaan faktor instrumental ini khususnya dapat dilakukan oleh tenaga pengajar dengan upaya peningkatan sarana dan prasarana yaitu dengan suatu usaha pemberitahuan atau pembuatan alat-alat pendidikan yang kiranya mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dan memperhatikan hal-hal lain yang sekiranya mempengaruhi prestasi belajar, yaitu dengan menggunakan media permainan. Dengan menggunakan media permainan tersebut di dalam proses pembelajaran jelas sangat mendukung keberhasilan dalam mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan metode atau moel mengajar yang tepat juga menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran.
Kreativitas, minat, dan prestasi yang dicapai seseorang ditentukan oleh kemampuan yang dimilikinya dan lingkungan yang menunjangnya. Dalam teori belajar kognitif yang menyatakan bahwa perilaku manusia merupakan fungsi dari organisme dan lingkungannya.
Benyamin Bloom mengemukakan adanya tiga variabel utama dalam teori
belajar di sekolah yaitu karakteristik individu, kualitas pengajaran, dan hasil
belajar. Sedangkan Caroll dalam teorinya tentang belajar tuntas mengemukakan
lima faktor yang menentukan keberhasilan belajar, yakni:
1) Bakat belajar.
2) Waktu yang tersedia untuk belajar.
3) Waktu yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan dan menguasai bahan
pengajaran.
4) Kualitas pengajaran.
5) Kemampuan individu.
Bakat belajar pada hakekatnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam memanfaatkan media yang tersedia. Agar dapat dicapai hasil belajar yang baik atau maksimal, maka harus
diupayakan agar faktor-faktor yang mempengaruhi diri siswa seperti di atas harus dimaksimalkan. Artinya supaya diperoleh hasil belajar maksimal, seorang guru harus mampu menciptakan dan merangsang faktor-faktor seperti di atas dan bekerja secara maksimal pula. Usaha-usaha yang dilakukan oleh guru selaku pengajar yaitu memanfaatkan fasilitas-fasilitas serta kelebihan-kelebihan yang ada baik di lingkungan sekolah maupun dari pihak guru dan siswa, diantaranya:
1) Ketrampilan guru atau siswa dalam menggunakan alat bantu pengajaran.
2) Ketrampilan guru dalam menggunakan metode yang tepat.
3) Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
4) Pemanfaatan alat atau bahan yang tersedia serta mudah didapat sebagai sumber belajar.
5) Kemampuan guru dalam meningkatkan keaktifan siswa.
Hipotesis
“Terdapat peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui model pebelajaan kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Walea Kepulauan”.


BAB III
METODE PENELITIAN

Seting Penelitian
Penelitian ini rencananya dilaksanakan di SMA Negeri 1 Walea Kepulauan. Kelas yang di jadikan objek penelitian adalah kelas XA yang berjumlah 35 orang, terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa perempuan.
Faktor yang diselidiki
Dalam penelitian tindakan ini, ada beberapa faktor yang ingin diselidiki, faktor-faktor tersebut adalah:
Siswa
Adapun faktor yang diselidiki pada saat kegiatan belajar mengajar adalah melihat tingkat aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XA SMA Negeri 1 Walea Kepulauan selama pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan.
Guru
Adapun faktor yang diselidiki pada saat kegiatan belajar mengajar adalah mengamati model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung.


Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan yakni mempersiapkan segala kebutuhan yang mendukung pelaksanaan penelitian.
Pelaksanaan tindakan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat.
Observasi
Pada saat dilakukan kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan tampilan guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pengamatan terhadap aktivitas dilakukan oleh pengamat.
Dalam melakukan pengamatan, digunakan lembar observasi yaitu:
Lembar observasi untuk siswa, yakni lembar observasi data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Lembar observasi untuk guru, yakni lembar observasi pengelolaan pelaksanaan pemeblajaran kooperatif tipe STAD.
Refleksi
Tahap ini dibutuhkan untuk mengetahui apakah perlu dilakukan tindakan untuk siklus berikutnya atau tidak.

Data dan Tekhnik Pengumpulan Data
Data
Sumber data : Sumber data penelitian ini adalah siswa dan guru.
Jenis data : Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif dan
Kuantitatif yang terdiri dari lembar observasi dan tes hasil belajar.
Teknik Pengumpulan Data
Data tentang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas pada saat dilakukan tindakan, dikumpulkan melalui lembar observasi.
Data hasil belajar siswa diambil melalui tes.
Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan cara mereduksi tingkat aktivitas siswa selama kegiatan pembelajara kooperatif tipe STAD berlangsung. Analisis yang di lakukan meliputi analisis persentase aktivitas siswa setiap pertemuan, serta analisis ketuntasan belajar siswa baik secara individu maupun klasikal.
Rumus yang digunakan untuk menganalisis persentase tingkat aktivitas dan ketuntasan belajar siswa adalah:
Analisis persentase tingkat aktivitas siswa
Rata-rata persentase aktivitas tiap pertemuan, yaitu:
(Jumlah persentase aktivitas seluruh kelompok)/(Jumlah kelompok )× 100%


Rata-rata persentase aktivitas siswa tiap siklus, yaitu:
(Jumlah persentase aktivitas seluruh pertemuan)/(Jumlah Pertemuan)× 100%

Analisis persentase ketuntasan belajar siswa
Persentase tuntas Individu, yaitu:
(Jumlah jawaban yang benar)/(Jumlah Soal Seluruhnya)× 100%

Persentase tuntas klasikal, yaitu:
(Jumlah tuntas Individu)/(Jumlah Siswa yang mengikuti tes)× 100%
Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan penelitian ini dilihat berdasarkan kriteria sebagai berikut:
Waktu ideal yang di gunakan siswa untuk mendengar/memperhatikan penjelasan guru/teman adalah 25% dari waktu yang tersedia pada tiap-tiap pertemuan, sehingga batas toleransi pencapaian efektivitas aktivitas siswa untuk kategori tersebut adalah 20% sampai 30%.
Waktu ideal yang digunakan siswa untuk membaca buku (buku siswa dan LKS), bekerja dalam kelompok, menulis (mencatat penjelasan guru, menyelesaikan tugas kelompok dan merangkum hasil kerja kelompok) adalah 50% dari waktu yang tersedia untuk setiap pertemuan, sehingga batas toleransi pencapaian efektivitas aktivitas siswa untuk kategori tersebut adalah 45% sampai 55%.
Waktu ideal yang digunakan siswa untuk berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru, dan berdiskusi/bertanya antar siswa adalah 25% dari waktu yang tersedia untuk setiap pertemuan, sehingga batas toleransi pencapaian efektivitas aktivitas siswa untuk kategori ini adalah 20% sampai 30%.
Waktu ideal yang digunakan siswa untuk melakukan sesuatu yang tidak relevan dengan pembelajaran adalah 0% dari waktu yang tersedia untuk setiap pertemuan, sehingga batas toleransi pencapaian efektivitas aktivitas siswa untuk kategori ini adalah 0% sampai 5%.
Keterangan : Tiga dari empat kriteria diatas dipenuhi dan didalamnya mencakup kriteria 2 dan 3, maka aktivitas siswa di katakan efektif (Borisch dalam Aisyah N, 2000).
Tuntas individu bila hasil belajar siswa mencapai lebih dari atau sama dengan 65%.
Tuntas klasikal, bila hasil belajara siswa mencapai lebih dari atau sama dengan 85%.






DAFTAR PUSTAKA

Aisyah N, (2000). Mengembangkan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif. Forum Kependidikan.

Ibrahim, Muslimin (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.

Mudjiono, (1994). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.
Nur M, (2005). Assesmen Komprehensif dan Berkelanjutan. Makalah. Dipresentasikan dalam kegiatan Peningkatan Ketrampilan Mengajar dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (Eksploratif) melalui pengajaran mikro bagi dosen Biologi FMIPA UNNES di Surabaya, tanggal 9 s.d 11Agustus 2005.

Nurhadi. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Poerwadarminta W.J.S. (2002). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Salvin, Robert E. (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. USA: The Jhons Hopkins University.
Sardiman A.M, (1992). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta :Rajawali Pers.

Sudibyo E, (2003). Beberapa Teori yang Melandasi Pengembangan Model-Model Pengajaran. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP.

Sudjana Nana, (1989). Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru.

Suherman, Erman. (2003). Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sunaryo, PVM. Penerapan Prinsip-prinsip Cara Belajar Siswa Aktif dalam Meningkatkan Keefektifan Proses Pembelajaran IPA di SD. {http : //202.159.18.43/ip/21Sunaryo.Htm, accessed 22 April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar